Lingkungan Ini Bukan Sekolah Dasar?

Indonesia adalah suatu negara yang memiliki beragam kebudayaan. Dari sinilah, maka muncul berbagai bahasa yang ikut menghiasi tanah air. Keberagaman bahasa itu dipersatukan lewat bahasa Indonesia. Bahasa tersebut tidak langsung muncul dengan sendirinya. karena berawal dari perkembangan bahasa Melayu. Namun dengan adanya beberapa bahasa daerah yang ada, menjadikan gaya penulisan di dalam masyarakat Indonesia harus dipelajari kembali. Hal ini tidak bisa dipungkiri, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah Jawa. Mengapa demikian? Karena cara berbahasa yang melekat dengan kedaerahan itu terkadang terbawa ketika praktik berbahasa Indonesia. Seperti kata “katanya” dan “mestinya” yang diadaptasi dari kata Jawa yang berbunyi “jarene” dan “kudune”. Bahasa Jawa tidak lepas dari imbuhan belakang berbunyi “ne”. Inilah kesalahan yang kerap terjadi di dalam bahasa Indonesia. 

Linguistik dan Filologi bahasa Indonesia sebenarnya relatif mudah karena tidak banyak berubah pada perkembangannya. Namun, mungkin karena banyak orang menganggap mudah untuk belajar bahasa Indonesia, kita lupa bahwa S-P-O-K yang ada di dalam suatu kalimat sulit untuk disusun. Jika kalimat tersebut sudah berkembang menjadi bukan kalimat yang biasa lagi, berarti S-P-O-K juga ikut berubah. 

Hal yang lebih parah terjadi karena kesalahan dalam kurikulum pendidikan terutama pada Sekolah Menengah Atas (SMA). Perkembangan kurikulum terlihat semakin kacau. Tidak adanya mata pelajaran yang tepat untuk bahasa Indonesia. Misalnya saja jika dilihat melalui jurusan. IPA, IPS, dan Bahasa mempunyai mata pelajaran yang pasti berbeda terutama dalam kebahasaan. Dalam jurusan Bahasa, masih dipelajari tentang tata bahasa yang baik serta didukung oleh diberikannya 4 jam tiap minggu pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan kurikulum yang ada dalam IPA dan IPS, melupakan pentingnya sebuah kebahasaan. Tidak lagi mempelajari tata bahasa serta kurangnya jam pelajaran Bahasa Indonesia.

Dampak dari perkembangan kurikulum yang semakin kacau itu terlihat di FISIP UAJY. Seharusnya, seorang mahasiswa mengetahui bagaimana cara menulis, apa yang ditulis, dan porsi tulisan yang kemudian terkait dengan layak atau tidaknya sebuah tulisan itu bisa disebarluaskan. Ini terlihat dari sebuah nawala atau yang lebih terkenal dengan newsletter. Nawala bernama “si Fisip” milik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tersebut, masih banyak menuliskan kata-kata yang salah tulis sehingga menyebabkan tidak nyaman untuk dibaca. PadaEdisi III, Oktober 2011, yang bertema Dies Natalis FISIP, si Fisip masih terbit dengan kesalahan-kesalahan hebat. Di luar tata bahasa, nawala ini memiliki penasehat dari Dekanat. Namun, tetap saja hal itu tidak kemudian mengembangkan dan memperbaiki tulisan berantakan para mahasiswa. 

Pembahasan awal dimulai dengan kesalahan memilih dan menyusun huruf . Tulisan “malam puncak perayaan Dies FISIP”, tidak ditulis dengan susunan kalimat yang melihat konteks tulisan dari penulis itu sendiri serta EYD yang dilupakan. Penulisan “malam” dengan huruf “m” yang tidak menggunakan kapital dan penulisan “FISIP” yang terus berbeda. Terkadang tidak menggunakan huruf kapital, tapi juga terkadang justru menggunakan huruf kapital semua. Selain itu, penulisan “HMPS Kom” juga bermasalah. Tulisan “HMPS Kom” terkadang disambung, menggunakan huruf kapital pada huruf “k”, dan terkadang tidak dengan kapital. Ada nama acara “akhirnya datang juga”, tetapi sama sekali tidak menggunakan kapital pada huruf awal di setiap katanya. Penulisan singakatan Unit Kegiatan Mahasiswa juga semena-mena. Sering tertulis “UKM-UKM”, yang sebenarnya tidak sesuai dengan kaidah penulisan. Lagipula, mata saya tidak nyaman untuk membacanya. Belum lagi penulisan “tiba-tiba” dan imbuhan “nya” pada kalimat “…kriteria serta penilaiannya sehingga (tiba-tiba) UKMnya menang penghargaan”. Saya merasa ini benar-benar bukan kampus FISIP. Tidak pernah terpikirkan jika kesalahan penulisan sangat dangkal. Tidak berfungsinya “( )” dan penulisan “nya” tanpa tanda “-“. Pemilihan kata dan tanda baca yang paling parah terjadi pada beberapa kata dan kalimat, seperti “Salam mahasiswa!!”, “Mantabbbb!!!”, “Hmmmm..yuummmyyy!!”, dan “…serta sedikit berenang bersama panitia”. Sejak awal tulisan, nawala ini terlihat disajikan dengan menggunakan tata bahasa yang baku. Tetapi, pada kenyataannya tetap terjadi banyak kesalahan pemilihan kata dan tanda baca. Jika harus memilih mana kesalahan kata yang paling saya senangi, saya akan memilih “sedikit berenang”. 

Nawala ini juga seolah-olah menyombongkan diri dengan cara penulisan bahasa Inggris yang salah. Berawal dari penulisan “open recruitment” dengan cetak miring, tidak dilanjutkan dengan cara penulisan yang sama pada kata yang lain. Contohnya, penulisan “Mini Short Course”. Ada juga penulisan “GoesToSchool” yang salah. Selain tidak dicetak miring, penulis juga tidak menggunakan spasi untuk memperlihatkan bahwa itu adalah sebuah kalimat. 

Pembahasan masih berlanjut, terutama pada pemakaian “-“ dan pemilihan kata. Nawala ini menggunakan tanda”- -“ untuk memperbanyak kata dan bisa membuat paragraf lebih tertata. Cara demikian tidak pernah terdengar dan terlihat sebelumnya, karena yang ada hanya pemakaian tanda”-“ sekali saja. Kemudian, pemilihan kata yang terkait dengan bahasa gaul masih terjadi. Kata-kata seperti “nah”, “lah”, dan emoticon “=D” banyak dipakai oleh penulis. Dua kata tersebut adalah kata yang tidak sesuai dengan kaidah EYD, sedangkan tidak bisa juga memasukkan emoticon pada sebuah nawala yang bersifat formal. Mahasiswa FISIP UAJY seakan-akan sudah tidak bisa membedakan mana bahasa SMS dan mana bahasa yang patut menjadi tulisan formal. 

“Sebaliknya, Emanuella Agra mengatakan bahwa Fisip Award bagus buat motivasi dan melibatkan seluruh masyarakat Fisip. Hugo Gian setuju dengan pendapat dari Agra bahwa acaraini bagus untuk menambah motivasi untuk kemajuan Fisip. Oki Aprillianti berharap bahwa dengan adanya Fisip Award semoga lebih bermanfaat dan bisa memberikan banyak informasi kepada mahasiswa. Terakhir, Berto juga menyetujui pendapat Agra dan Hugo.” 

Pembahasan lebih lanjut ada pada kalimat. Suatu kalimat, agar nyaman dibaca, sebaiknya juga memperhatikan kesinambungan antara kalimat yang satu dengan seterusnya. Tetapi di sini, terjadi susunan kalimat yang mempunyai kesalahan fatal. Paragraf di atas memiliki susunan kalimat yang sangat buruk. Kesinambungan antara kalimat yang satu dengan kalimat seterusnya, seperti dipaksa untuk saling terkait. 

Sebaiknya mahasiswa memiliki kapasitas yang unggul dalam bidang menulis. Beberapa kali saya berpikir, bagaimana bisa sebuah nawala kampus memiliki kapasitas menulis yang masih berantakan. Jika menulis saja berantakan, apakah mungkin cara berpikirnya juga berantakan. Saya sering memikirkan hal tersebut. Tidak hanya mahasiswa, tetapi terkadang saya juga berpikir apakah mungkin beberapa dosen juga memiliki kemampuan menulis yang sangat dangkal. Entah, lingkungan apa yang sedang saya huni sekarang ini.***

Nicolaus Sulistyo Dwicahyo, Lomba esai bulan bahasa.
Nama

Another Shit Contoh Terlengkap Esai Esai Argumentatif Esai Bahasa Esai Deskriptif Esai Kimia Esai Kritik Esai Pendidikan Laprak Fisdas III Makalah Panduan Menulis Puisi Puisi Aku Puisi Alam Puisi Chairil Anwar Puisi Cinta Puisi Galau Puisi Harapan Puisi Kegagalan Puisi Kehidupan Puisi Kehilangan Puisi Kenangan Puisi Penantian Puisi Penyesalan Puisi Perjuangan Puisi Religi Puisi Romantis Puisi Sahabat
false
ltr
item
Celomes: Lingkungan Ini Bukan Sekolah Dasar?
Lingkungan Ini Bukan Sekolah Dasar?
Indonesia adalah suatu negara yang memiliki beragam kebudayaan. Dari sinilah, maka muncul berbagai bahasa yang ikut menghiasi tanah air. Keberagaman bahasa itu dipersatukan lewat bahasa Indonesia. Bahasa tersebut tidak langsung muncul dengan sendirinya. karena berawal dari perkembangan bahasa Melayu. Namun dengan adanya beberapa bahasa daerah yang ada, menjadikan gaya penulisan di dalam masyarakat Indonesia harus dipelajari kembali. Hal ini tidak bisa dipungkiri, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah Jawa. Mengapa demikian? Karena cara berbahasa yang melekat dengan kedaerahan itu terkadang terbawa ketika praktik berbahasa Indonesia. Seperti kata “katanya” dan “mestinya” yang diadaptasi dari kata Jawa yang berbunyi “jarene” dan “kudune”. Bahasa Jawa tidak lepas dari imbuhan belakang berbunyi “ne”. Inilah kesalahan yang kerap terjadi di dalam bahasa Indonesia. Linguistik dan Filologi bahasa Indonesia sebenarnya relatif mudah karena tidak banyak berubah pada perkembangannya. Namun, mungkin karena banyak orang menganggap mudah untuk belajar bahasa Indonesia, kita lupa bahwa S-P-O-K yang ada di dalam suatu kalimat sulit untuk disusun. Jika kalimat tersebut sudah berkembang menjadi bukan kalimat yang biasa lagi, berarti S-P-O-K juga ikut berubah. Hal yang lebih parah terjadi karena kesalahan dalam kurikulum pendidikan terutama pada Sekolah Menengah Atas (SMA). Perkembangan kurikulum terlihat semakin kacau. Tidak adanya mata pelajaran yang tepat untuk bahasa Indonesia. Misalnya saja jika dilihat melalui jurusan. IPA, IPS, dan Bahasa mempunyai mata pelajaran yang pasti berbeda terutama dalam kebahasaan. Dalam jurusan Bahasa, masih dipelajari tentang tata bahasa yang baik serta didukung oleh diberikannya 4 jam tiap minggu pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan kurikulum yang ada dalam IPA dan IPS, melupakan pentingnya sebuah kebahasaan. Tidak lagi mempelajari tata bahasa serta kurangnya jam pelajaran Bahasa Indonesia. Dampak dari perkembangan kurikulum yang semakin kacau itu terlihat di FISIP UAJY. Seharusnya, seorang mahasiswa mengetahui bagaimana cara menulis, apa yang ditulis, dan porsi tulisan yang kemudian terkait dengan layak atau tidaknya sebuah tulisan itu bisa disebarluaskan. Ini terlihat dari sebuah nawala atau yang lebih terkenal dengan newsletter. Nawala bernama “si Fisip” milik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tersebut, masih banyak menuliskan kata-kata yang salah tulis sehingga menyebabkan tidak nyaman untuk dibaca. PadaEdisi III, Oktober 2011, yang bertema Dies Natalis FISIP, si Fisip masih terbit dengan kesalahan-kesalahan hebat. Di luar tata bahasa, nawala ini memiliki penasehat dari Dekanat. Namun, tetap saja hal itu tidak kemudian mengembangkan dan memperbaiki tulisan berantakan para mahasiswa. Pembahasan awal dimulai dengan kesalahan memilih dan menyusun huruf . Tulisan “malam puncak perayaan Dies FISIP”, tidak ditulis dengan susunan kalimat yang melihat konteks tulisan dari penulis itu sendiri serta EYD yang dilupakan. Penulisan “malam” dengan huruf “m” yang tidak menggunakan kapital dan penulisan “FISIP” yang terus berbeda. Terkadang tidak menggunakan huruf kapital, tapi juga terkadang justru menggunakan huruf kapital semua. Selain itu, penulisan “HMPS Kom” juga bermasalah. Tulisan “HMPS Kom” terkadang disambung, menggunakan huruf kapital pada huruf “k”, dan terkadang tidak dengan kapital. Ada nama acara “akhirnya datang juga”, tetapi sama sekali tidak menggunakan kapital pada huruf awal di setiap katanya. Penulisan singakatan Unit Kegiatan Mahasiswa juga semena-mena. Sering tertulis “UKM-UKM”, yang sebenarnya tidak sesuai dengan kaidah penulisan. Lagipula, mata saya tidak nyaman untuk membacanya. Belum lagi penulisan “tiba-tiba” dan imbuhan “nya” pada kalimat “…kriteria serta penilaiannya sehingga (tiba-tiba) UKMnya menang penghargaan”. Saya merasa ini benar-benar bukan kampus FISIP. Tidak pernah terpikirkan jika kesalahan penulisan sangat dangkal. Tidak berfungsinya “( )” dan penulisan “nya” tanpa tanda “-“. Pemilihan kata dan tanda baca yang paling parah terjadi pada beberapa kata dan kalimat, seperti “Salam mahasiswa!!”, “Mantabbbb!!!”, “Hmmmm..yuummmyyy!!”, dan “…serta sedikit berenang bersama panitia”. Sejak awal tulisan, nawala ini terlihat disajikan dengan menggunakan tata bahasa yang baku. Tetapi, pada kenyataannya tetap terjadi banyak kesalahan pemilihan kata dan tanda baca. Jika harus memilih mana kesalahan kata yang paling saya senangi, saya akan memilih “sedikit berenang”. Nawala ini juga seolah-olah menyombongkan diri dengan cara penulisan bahasa Inggris yang salah. Berawal dari penulisan “open recruitment” dengan cetak miring, tidak dilanjutkan dengan cara penulisan yang sama pada kata yang lain. Contohnya, penulisan “Mini Short Course”. Ada juga penulisan “GoesToSchool” yang salah. Selain tidak dicetak miring, penulis juga tidak menggunakan spasi untuk memperlihatkan bahwa itu adalah sebuah kalimat. Pembahasan masih berlanjut, terutama pada pemakaian “-“ dan pemilihan kata. Nawala ini menggunakan tanda”- -“ untuk memperbanyak kata dan bisa membuat paragraf lebih tertata. Cara demikian tidak pernah terdengar dan terlihat sebelumnya, karena yang ada hanya pemakaian tanda”-“ sekali saja. Kemudian, pemilihan kata yang terkait dengan bahasa gaul masih terjadi. Kata-kata seperti “nah”, “lah”, dan emoticon “=D” banyak dipakai oleh penulis. Dua kata tersebut adalah kata yang tidak sesuai dengan kaidah EYD, sedangkan tidak bisa juga memasukkan emoticon pada sebuah nawala yang bersifat formal. Mahasiswa FISIP UAJY seakan-akan sudah tidak bisa membedakan mana bahasa SMS dan mana bahasa yang patut menjadi tulisan formal. “Sebaliknya, Emanuella Agra mengatakan bahwa Fisip Award bagus buat motivasi dan melibatkan seluruh masyarakat Fisip. Hugo Gian setuju dengan pendapat dari Agra bahwa acaraini bagus untuk menambah motivasi untuk kemajuan Fisip. Oki Aprillianti berharap bahwa dengan adanya Fisip Award semoga lebih bermanfaat dan bisa memberikan banyak informasi kepada mahasiswa. Terakhir, Berto juga menyetujui pendapat Agra dan Hugo.” Pembahasan lebih lanjut ada pada kalimat. Suatu kalimat, agar nyaman dibaca, sebaiknya juga memperhatikan kesinambungan antara kalimat yang satu dengan seterusnya. Tetapi di sini, terjadi susunan kalimat yang mempunyai kesalahan fatal. Paragraf di atas memiliki susunan kalimat yang sangat buruk. Kesinambungan antara kalimat yang satu dengan kalimat seterusnya, seperti dipaksa untuk saling terkait. Sebaiknya mahasiswa memiliki kapasitas yang unggul dalam bidang menulis. Beberapa kali saya berpikir, bagaimana bisa sebuah nawala kampus memiliki kapasitas menulis yang masih berantakan. Jika menulis saja berantakan, apakah mungkin cara berpikirnya juga berantakan. Saya sering memikirkan hal tersebut. Tidak hanya mahasiswa, tetapi terkadang saya juga berpikir apakah mungkin beberapa dosen juga memiliki kemampuan menulis yang sangat dangkal. Entah, lingkungan apa yang sedang saya huni sekarang ini.*** Nicolaus Sulistyo Dwicahyo, Lomba esai bulan bahasa.
Celomes
https://celomes.blogspot.com/2015/07/lingkungan-ini-bukan-sekolah-dasar.html
https://celomes.blogspot.com/
https://celomes.blogspot.com/
https://celomes.blogspot.com/2015/07/lingkungan-ini-bukan-sekolah-dasar.html
true
8910899137644969624
UTF-8
Not found any posts Not found any related posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU Tag ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Contents See also related Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy